Kamis, 29 November 2018

160 Kilometer



Jangan ajari aku tentang rindu

Bahkan bila kau mengaku jarakmu tak terukur denganku
Kau tak berada di tempatku
Kau tak pernah merasa jauh dengan aroma pundak orang itu

Jangan ajari aku tentang rindu

Saat ini aku bahkan tak bisa membedakan mana dunia, dan mana tak nyata
Kusibukkan kepala dan tanganku dengan terus berkarya
Pun penatnya berhasil membuatku lupa jauh dari sang Ratu

Menantikan ujung raya pekanan
Bersua tak genap 3 malam
Kemudian menekan pedal berderam
Membelah gelap
Meninggalkan sembab

Jangan ajari aku tentang rindu












Senin, 24 September 2018

Lusuh




"Kirana"



.......................................
Lusuh lalu tercipta mendekap diriku
Hanya usung sahaja kudamba kirana
Ratapan mulai usang
Nur yang kumohon 
 ...........................................







Entah apa maksud lagi DEWA19 yang ini, lirik begitu dalam dan kelam, tapi ketika mendengarnya ( mungkin untuk kesekian ratus kalinya ), gw berasa jadi bagian dari orang lusuh tersebut. 

Terlepas dari arti lirik secara total, disini gw mengakui kejeniusan liriknya. Salut !!!










Jumat, 21 September 2018

Kok kuat ya?



Memasuki minggu kedua di kantor baru.

Jauh dari keluarga itu gada enaknya, heran gw ada orang yang sanggup ga pulang ke rumah nemuin keluarganya walaupun sebenarnya dia mampu. Jauh dari keluarga itu bikin pikiran ama kesehatan jadi terbengkalai malah. Gada yang merhatiin makanan, gada yang merhatiin kebersihan, gada yang merhatiin kesehatan. Buktinya ada di gw. Baru 2 minggu jauh, udah kena tifus lagi gegara salah makan, perut bermasalah, usus infeksi, kambuh dah tuh penyakit musiman :-(

Makanya sekarang tiap ada kesempatan buat balik, gw dengan semangat tinggi selalu berusaha bisa pulang secepatnya, pun jika harus memanfaatkan flexitime :-D







Intinya gw heran ama orang2 yang bertahan hidup sendirian, kok kuat ya?










Jumat, 31 Agustus 2018

Tuhan Tak Pernah Salah



Aku berjalan menyisir malam
Dan tak terasa dingin menerpa
Aku berjalan menahan perih
Dari hati yang tlah rapuh

Malam-malamku semakin pilu
Entah mengapa asa melaju
Suara hati lirih berdesir
Menenangkan lara hati

Jangan tanya mengapa
Bila akhirnya kita terpisah
Tuhan tak pernah salah
Tentukan jalanku

Riuh bisikan memecah riak
Deras mengusik heningnya hati
Aku bersimpuh mengurai duka
Dari hati yang tlah rapuh

Jangan tanya mengapa
Bila akhirnya kita terpisah
Tuhan tak pernah salah
Tentukan jalanku

Jangan tanya mengapa
Bila akhirnya kita terpisah
Tuhan tak pernah salah
Tentukan jalanku

Jangan jangan kau tanya
Bila akhirnya kita terpisah
Tuhan tak kan pernah salah
Tentukan tentukan tentukan
Jalanku




(by SamsonS)




Jumat, 24 Agustus 2018

Ga Kayak Biasanya



Gak kayak biasanya, postingan di blog ini makin miskin. Isinya cuman poto sekedar bikin riwayat blog ini terus nyambung, dengan konten yang amat sangat nyampah. Bukan karena ga ada waktunya, tapi emang bingung ide apa yang dipake.

Selama ini blog isinya uneg2 gw, tapi makin kesini, kok hidup di dunia asli gw lebih asik dan menarik ya ? Entah karena betapa asiknya main ama Wafi, entah karena lagi mesra2nya ama bini, entah karena sumpeknya ama kerjaan dan lebih asik ngobrol ama temen2 kantor, atau alasan lain.

Yang jelas kehidupan yang dijalani sekarang selalu tanpa dusta, bertolak belakang dengan dunia tak kasat mata yang isinya melulu soal kebaikan dan kesempurnaan yang dibumbui berbagai filter.

------------




Balik lagi soal sikap, gw punya janji ama diri gw sendiri bakal jaga ni blog, biar ga padam, sekalian buat jaga2 kalo ada file gw yang terhapus dari hp ama kompi, paling gak bisa terjaga di GoogleDrive :-D


Jadi yaaaa, gw mau ngeshare dikit apa aja yang ngisi kegilaan gw beberapa waktu kebelakang :




tentang keluarga paling berisik yang ada di komplek karena selalu penuh dengan teriakan gembira saat main sama anak2




tentang poto pantai gw yang selalu bikin gw inget hipotermia




tentang si ganteng yang sepertinya ga sabar pengen ngambil semua warisan dari gw :-D




tentang gw yang gak sengaja kembali naik podium buat wakilin Kanwil ke ajang Nasional




tentang anak2 yang sudah mulai menyukai tempat bernama toko buku 




tentang gw yang akhirnya sadar betapa begitu mininya gw diantara petinggi2 Polisi





tentang gw yang selalu didapuk jadi pemain keyboard, padahal gw ga bisa maen :-P




sampai tentang betapa hepinya gw bisa ngumpul sama bapak2 lainnya yang selalu ngisi kehidupan gw semenjak ingusan sampe sekarang










Semua tentang kehidupan nyata
Semua tentang keramaian saat juwana
Semua tentang kegaduhan saat renta
Semua tentang kemeriahan saat senja
Karena hidup cuma sementara
Karena hidup itu fana
Semenjana
Lalu hilang
Tanpa pulang




Senin, 14 Mei 2018

My Precious






Tiap hari, selalu ada cerita tentang Wafi. Selalu ada yang baru, entah tingkah nyebelin, atau menggemaskannya.

Yang masih anget, adalah saat Wafi ikut jalan ke rumah Nini Puwa, jarak jauh, dan dia ngambek gegara pengen ikut nyetir :-D

Bayangin, jalan raya ramai, dan dia ngamuk2 pengen pindah posisi duduk ke kursi pengemudi. Hellooooo, umur masih 6 bulan udah sok2an pengen nyupir ???

Sepanjang jalan udah dibujuk bini supaya mau tenang, mimi ASI dan bisa tidur supaya ga rewel. Ternyata Wafi malah teriak2 ngamuk, dan endingnya malah muntah, wkwkwk... Bini pun langsung mencak2, gantian doi yang ngambek, hihihi...

Dan Wafi akhirnya menang, beberapa kilometer dia akhirnya bisa ikut nimbrung ama driver asli, di jalan yang agak sepi, dan dengan kecepatan yang agak pelan. Bener aja, Ndut langsung tenang, dan dengan gaya lucu langsung merebut setir :-D

Ahhh, anak ini memang selalu bikin rumah jadi rame












Tapi paling asik adalah pas ngeliat dua anak ini rebutan perhatian, yang satu teriak2, yang satu ngamuk2 sambil mukul, hahahaha


 










 

Selasa, 08 Mei 2018

Senja Membunuh



Di satu senja membunuh, 
angin lukai nadi separuh 
ingatan tak membuat lebih mudah
namun lukanya tak mengalir darah

Pandangan masa lalu
jelas di depan mataku
detil tergambar cepat
berdiriku di lututku

Dan takan terbakar... 
walau ku coba berulang kali
tiap menit tak terbakar
semakin bersinar...
Sampai mati ... 
kau tak kan mengerti... 
takan paham nya... 
hingga ku tiada... 
mengapa ku berakhir disini???

Dapat kita kan bertemu lagi
ku kan diam menjadi baik lagi
bila itu relaku
demi itu, demi mu

Yang tak terbuka kan terbuka
seperti operasi dan bedah
menuju neraka
padam di laut merah 




Lagunya Monkey to Millionaire kali ini emang spesial. Lagu lama, tapi liriknya terngiang2 terus. Mungkin karena artinya memang dalam. Kalo denger musiknya, terkesan simpel, tapi begitu menyimak baik2 lirik lagunya, baru berasa kalo lagu ini ga sembarangan. Lirik indah



Jumat, 12 Januari 2018

Mualessssss


Awal taun, semangat sih harusnya meningkat. Tapi kenyataannya ampe sekarang masih low 😂

Gapapa lah. Kata temen2 mumpung belom ada beban kerjaan, belom ada target, biarlah santai sejenak 😙






Termasuk juga ngisi blog ini, mualessss 🤣🤣🤣







Kamis, 04 Januari 2018

Phobia Jangan Dijadiin Bahan Candaan !!!


Buka twitter pagi ini, nemu link artikel yang beneran keren abis. Mewakili gw banget. Link asli bisa dibuka di :
https://tirto.id/menggoda-orang-fobia-bukan-candaan-lucu-cws7?utm_source=Twitter&utm_campaign=Midnight&utm_medium=Social

Buat yang males buka link aslinya, saya copas aja deh kesini. Baca yaaa, biar tau betapa ga bijaknya menjadikan phobia seseorang sebagai bahan candaan 




13 September, 2017 dibaca normal 4:30 menit
Fobia adalah merupakan masalah kecemasan. Namun, banyak pengidap fobia menjadi sasaran kejahilan yang berujung pada serangan panik.
tirto.id - Waktu menunjukkan pukul 22.00. Ketika itu, sebuah kantor media masih dipadati karyawannya yang lembur untuk memantau acara debat Pilkada DKI Jakarta. Sembari mereka bekerja, kotak-kotak makanan didistribusikan. Tak ada keanehan yang tampak pada diri karyawan-karyawan di sana, kecuali satu orang yang dengan cemas memperhatikan rekan-rekannya yang mulai membuka kotak makanan tadi.

“Kenapa itu si Sofyan?” celetuk salah satu karyawan kepada teman sebelahnya yang lebih dulu bergabung di perusahaan itu. “Oh, dia fobia pisang.”

Si karyawan penanya masih terheran-heran dengan jawaban temannya saat atasan mereka berkata kepada Sofyan, tak jauh dari mereka berdua, “Udah, Sof. Udah dikumpulin, kok, pisangnya. Udah enggak ada lagi.”

Kali lain, karyawan lain sedang memasak di dapur kantor. Tak sampai sepuluh detik setelah Sofyan menanyainya sedang masak apa, ia kembali ke ruangan dan tak mau menjamah dapur sampai karyawan itu kelar memasak.

“Kenapa lu?” begitu Sofyan ditanyai karyawan yang seruangan dengannya. Ekspresi Sofyan memang mendadak kecut setelah datang dari dapur.

“Enggak apa-apa… Ada yang lagi goreng pisang aja di dapur.”

Fobia pisang Sofyan berawal sejak masa kanak-kanak. Dulu, ia sering diajak ikut kerja ayahnya yang seorang supplier buah. Pasar induk adalah lokasi yang sering mereka datangi. Suatu kali ketika berada di sana, Sofyan kecil berlari-lari hingga terjatuh tepat di atas tumpukan pisang busuk. Sejak saat itu, gambaran pisang di benaknya berubah menakutkan. Bisa-bisa, ia mendadak mual, muntah, atau menangis saat orang menyodorinya pisang.

Lain Sofyan, lain Aulia. Sejak kecil, laki-laki ini memang tidak suka pada hal-hal yang berhubungan dengan rambut semacam sisir, bando, ikat rambut, atau jepit rambut. Namun, dari semua itu, ia paling benci sisir. Untuk merapikan rambut saja, Aulia sering harus dipaksa keluarganya lebih dulu.

“Saya merasa sisir itu kotor, sih,” demikian alasan Aulia.

Jangan bayangkan rambut laki-laki ini tumbuh panjang dan berantakan. Rambutnya tak terlihat lebih panjang dari batas tengkuk, pertanda ia memangkasnya secara reguler. Lantas, bagaimana Aulia menghadapi situasi bercukur bila ia sebegitu bencinya pada sisir?

“Dulu, di dekat rumah saya di Medan, memang ada tukang cukur langganan. Sejak kecil sampai kuliah, saya tak bermasalah bercukur dengan tukang langganan saya ini karena dia tahu, saya nggak suka sisir. Jadi, dia pakai ketam setiap mencukur rambut saya. Nah, saat bekerja di Jakarta, saya memilih dicukur oleh teman saya yang memang mengerti saya punya problem dengan sisir.”                       

Kecemasan, Fobia, dan Ketakutan

Apa yang dialami Sofyan maupun Aulia memang tergolong ‘langka’. Ketakutan berlebihan terhadap suatu obyek yang bisa diterima oleh orang-orang kebanyakan. Dalam psikologi, hal ini dikenal dengan fobia.

Sering kali, ketakutan dan fobia dipadankan. Padahal, kedua hal ini memiliki pengertian berbeda. Ketakutan adalah reaksi alamiah yang muncul ketika seseorang menghadapi situasi bahaya. Umumnya, ketakutan menimbulkan opsi fight (menghadapi kondisi berbahaya) atau flight (kabur dari hal yang ditakuti) yang dapat dipilih seseorang.

Saat seseorang melihat anjing di tengah jalan misalnya, bisa saja dia memilih tetap melangkah dengan tenang meski dalam pikirannya terdapat bayangan akan diserang atau digonggongi si anjing, atau justru memilih lari tunggang langgang. Bisa jadi ketakutan ketika berhadapan dengan anjing dilandasi trauma pernah digigit atau mendengar mitos bahwa setiap anjing itu galak dan suka menyerang. Sebatas ini, ia dikatakan memiliki ketakutan, bukan fobia.

Lain kasusnya bila ketakutan itu berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama, terhadap hal yang irasional, dan kerap hadir tanpa alasan yang jelas. Fobia berpotensi mengganggu aktivitas seseorang dalam keseharian. Contohnya, seseorang mengalami fobia kegelapan lantaran membayangkan akan muncul monster atau sekelebatan bayangan.

Atau seseorang yang fobia darah, tetapi bekerja sebagai jurnalis dan ditugaskan meliput perang atau korban bencana alam. Jika tak bisa mengatasi permasalahan psikologisnya ini, akan banyak hambatan yang harus dihadapinya, terlebih ketika tidak ada siapa pun yang bisa menemani atau mengerti kondisinya.

Baca juga: Mereka yang Takut Menikah 

Saat berbelanja di minimarket misalnya, Sofyan acap kali meminta kasir untuk memindahkan pisang yang diletakkan di dekat tempat membayar belanjaan. “Kalau enggak, gue tutup hidung atau alihkan pandangan ke arah lain,” ujarnya. Keengganan Sofyan untuk melihat pisang memang sebegitu besarnya, sampai-sampai ia merasa bisa mencium baunya sekalipun pisang di dekatnya dalam kondisi terbungkus.

Fobia merupakan salah satu bentuk gangguan kecemasan. Apakah kecemasan itu masih bisa ditoleransi atau dikatakan sebagai kelainan bergantung pada norma budaya yang berlaku. Ketakutan berlebihan terhadap ketinggian lebih mungkin ditoleransi dibanding ketakutan berlebihan terhadap pisang, sisir, atau gambar lubang pada tubuh (trypophobia).

Baca juga: Film It dan Kenapa Badut Bisa Jadi Amat Menyeramkan

Dalam DSM V—kitab pegangan pakar psikologi—, fobia disebut-sebut dalam tiga jenis gangguan kecemasan.

Pertama, fobia spesifik, yakni kecemasan berlebihan terhadap obyek atau situasi spesifik. Misalnya ruangan sempit, laba-laba, atau badut.

Berikutnya adalah fobia sosial atau gangguan kecemasan sosial. Hal ini merujuk kepada kecemasan berlebihan terhadap interaksi sosial atau situasi yang memungkinkan seseorang dihakimi orang lain.

Terakhir, agoraphobia, kecemasan berlebihan ketika berada di luar rumah atau di tempat-tempat publik semacam transportasi massa, tempat wisata, atau pusat perbelanjaan. Orang-orang dengan agoraphobia berpikir, saat berada di luar rumah, mereka akan terkena bahaya dan sulit sekali mencari pertolongan.

Lebih lanjut mengenai perbedaan fobia dan ketakutan biasa, fobia dapat menimbulkan gejala-gejala fisik yang terus berulang setiap kali pengidapnya berhadapan dengan hal yang ditakuti. Berkeringat, merinding, gemetar, sakit kepala, jantung berdegup kencang, mual, ingin pingsan, sulit bernapas, mendengar denging di telinga, serta sering ingin ke toilet adalah contoh gejala serangan panik yang dipicu oleh fobia.    

“Saya bisa langsung merinding dan geli kalau melihat sisir. Di tengkuk rasanya kayak ditusuk-tusuk,” aku Aulia saat ditanya reaksi ketika fobianya muncul.

Perundungan dan Fobia

Menggoda Orang Fobia Bukan Candaan Lucu

Semakin aneh fobia, semakin mungkin seseorang yang mengidapnya dianggap mengada-ada. Bahkan tidak jarang, orang sekitarnya malah menggoda dan menjejalinya dengan hal yang ia takuti. Pernah suatu kali, tangan Aulia dipegangi oleh temannya yang memang tahu ia fobia, lantas ia disisir paksa. Ia sampai merasa sakit kepala berat dan muntah-muntah setelahnya.

Keadaan serupa juga sempat dialami Sofyan. “Pas gue ulang tahun, salah satu teman bilang mau kasih kejutan. Gue disuruh buka bagasi mobilnya. Saat gue buka, isinya setandan pisang. Setelah itu, gue langsung nangis jerit-jerit,” kenangnya.

Bukan hanya itu. Masih ada teman kantor Sofyan yang suka menggodanya. “Kayak pas buka nasi kotak, dia bilang, ‘Awas, Sof, ada pisangnya lho, di dalem.’ Gue jadi takut duluan, kan. Padahal, enggak ada pisang di dalam kotak makanannya'.”

Meskipun fobia bisa memicu serangan panik, tidak banyak yang menyadari hal ini. Pengabaian terhadap fakta tersebut menyebabkan sebagian orang menormalisasi candaan terhadap pengidap fobia. Alih-alih membuat mereka tak fobia lagi, orang-orang ini justru memperparah gangguan kecemasan yang dialami para pengidap.

Perundungan tak mesti dilakukan langsung secara fisik atau lewat kata-kata kasar. Lewat kesengajaan menyerang kelemahan pengidap fobia pun, seseorang bisa dikatakan merundung. Terlebih jika tujuannya ialah menertawakan atau mempermalukan di depan umum.

Perundungan tak melulu mengekori fobia yang diidap seseorang. Ada kalanya ia malah menjadi sumber dari fobia.

Memang benar, menurut sejumlah psikolog, faktor genetis memberi sumbangsih terhadap fobia yang seseorang miliki. Begitu pula dengan reaksi kimia yang terjadi di otak sehingga seseorang tak merespons hal yang ditakutinya sebagaimana mayoritas orang.

Namun yang patut dicatat, fobia juga bisa terjadi karena adanya kombinasi faktor biologis dan lingkungan sekitar. Pengalaman negatif pada masa lampau bisa membuat orang benci setengah mati terhadap sesuatu, bahkan menunjukkan gejala perubahan fisik mendadak.

Pengalaman Sofyan yang tergolong trauma adalah salah satu contohnya. Atau, yang terkait dengan perundungan, perolokan di sekolah yang kerap dialami anak-anak bisa membuat mereka menolak ke sekolah, bahkan sampai ke titik school phobia.

Baca juga: Presiden Bicara Soal Perundungan di Hari Anak Nasional



Perundungan yang dialami pengidap fobia sekolah tidak hanya bisa datang dari sekolah seperti dari teman sepergaulan atau guru yang mengeluarkan kata-kata pedas. Di rumah, seseorang pun bisa mengalami perundungan yang membuatnya malas belajar, nilai akademis turun, dipandang rendah oleh guru dan kawan-kawan, sehingga keengganan datang ke sekolah pun merangkak naik.

Mereka yang mengalami fobia sekolah bukan sekadar malas. Gejala-gejala sangat mengganggu bisa muncul bila mereka tetap dipaksa ke sekolah: sakit perut, sakit kepala, mual, tantrum, berteriak-teriak tanpa alasan jelas, atau menendang-nendang. Untuk menghindari munculnya gejala seperti ini, mereka lebih memilih mengurung diri di kamar atau bepergian ke tempat lain asalkan bukan sekolah.

Sebagai salah satu bagian dari gangguan kecemasan, fobia sebenarnya bukanlah hal yang lucu untuk dijadikan candaan. Konsekuensi tak sepele mesti dihadapi si pengidap, tetapi sayangnya, tidak selalu orang sekitar memahami masalah psikologis yang dia alami.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan menarik lainnya Patresia Kirnandita
(tirto.id - ita/msh)